Suku Same (Bajo): Asal-usul yang Belum Diketahui

Pemantik: Asman

Suku Bajo adalah suku yang unik berbeda dari suku yang lainnya. Hal ini disebabkan karena suku Bajo belum diketahui asal usulnya. Sampai sekarang, asal-usul suku Bajo sulit untuk dipecahkan dan masih menjadi sebuah misteri. Namun, bukan berarti suku Bajo yang tidak diketahui asal-usulnya ini dulunya tidak memiliki kelompok atau kerajaan yang menjadikan mereka bersatu. Sehingga pertanyaan yang menarik ketika kita mendiskusikan tentang suku Bajo adalah “dari mana?” Sampai sekarang masih banyak perdebatan, baik di kalangan internal suku Bajo maupun di luar suku Bajo, seperti para peneliti baik nasional maupun internasional.

Suku Bajo mendiami berbagai wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil yang ada di Indonesia. Fakta lain pun menunjukan bahwa suku Bajo juga tersebar dan mendiami beberapa wilayah di negara-negara tentangga, seperti di perairan laut Sabah Malaysia, kepulauan Sulu Filipina Selatan, bahkan ada juga yang menyebutkan suku Bajo tinggal dan menetap di wilayah laut Thailand, India, Jepang hingga Madagaskar.

Pendapat lain bahwa suku Bajo berasal dari Johor Malaysia. Konon katanya dikisahkan seorang putri raja Johor yang menghilang. Atas kejadian itu, raja Johor memerintahkan pasukan untuk mencari putri tersebut ke segala penjuru mata angin, termasuk ke wilayah Indonesia, dan para prajurit tidak boleh kembali sebelum sang putri ditemukan. Alhasil, para prajurit tidak menemukan sang putri dan memutuskan untuk tidak kembali serta menetap pada titik pencarian masing-masing.

Sejarah lain menyebutkan, suku Bajo berawal dari wilayah utara Indonesia, yakni Filipina kemudian menyebar ke seluruh wilayah perairan Indonesia. Versi yang berbeda pula diterangkan bahwa suku Bajo yang tersebar dimana-mana merupakan tim Armada angkatan laut kerajaan Sri Wijaya yang dikenal dengan ketangguhan serta kepiawaiannya dalam mengarungi lautan.

Sudah banyak ahli maupun pakar yang berusaha mencari tau dan memecahkan persoalan sejarah asal-usul suku Bajo. Banyak di antaranya, mereka yang ahli dalam dunia antropologi dan sejarah. Namun, penelitian-penelitian yang mereka lakukan hanya berakhir pada hipotesis belaka. Baru-baru ini, seorang ahli linguistik juga peneliti dari Universitas La Rochella Prancis yang bernama Philipe Grange berusaha mengungkap asal-usul suku Bajo dengan kajian kebahasaan serta menghubungkan pendapat-pendapat sebelumnya.

Pada seminar yang bertajuk “Diaspora Maritim Suku Bajo Indonesia: mengurai sejarah lewat bahasa, Grange menerangkan telah banyak teori yang diajukan untuk mengungkap asal-usul suku Bajo, tetapi belum ada yang memuaskan. Misalnya, keterangan yang mengatakan orang bajo dari Johor yang diambil dari cerita putri Johor yang hilang. Menurut Grange, cerita ini dasarnya terlalu lemah karena tidak ada bukti arkeologi atau bukti bahasa. Selain itu menurut Grange, kerajaan Johor juga bermula sekitar abad 14 atau 15. Jauh sebelum itu, suku Bajo sudah tersebar di nusantara. Grange juga membantah cerita Bajo NTT yang menganggap nenek moyang mereka adalah seorang putri, sebab menurut Grange, tidak mungkin seorang putri berlayar sendiri mengarungi lautan. Selanjutnya pada teori lain yang mengatakan Bajo berasal dari muara sungai Barito. Dasar teori itu adalah bahasa Dayak ngaju dan Bajo ada 12 kata yang sama. Selanjutnya, Grange menyimpulkan bahwa banyaknya Versi cerita dan teori sebelum-sebelumnya belum mampu membuktikan serta menjelaskan kebenaran tentang asal-usul suku Bajo. Walaupun belakangan ini beberapa peneliti berusaha membuktikan melalui tes DNA, namun sampai sekarang belum diketahui hasil yang pasti terkait asal-usul suku Bajo. Dalam seminarnya, Grange juga memaparkan data-data linguistic dan genom yang menurutnya, data-data tersebut penting sebab pembuktian orang Bajo tidak sekedar identitas Budaya, namun juga warisan genetic. Hasil-hasil studi genom terakhir menurutnya, Bajo Indonesia telah lama hidup bersama masyrakat Bugis. Tidak hanya itu, ditemukan pula pembawaan gen yang amat beragam.

Lalu darimanakah sebenarnya asal-usul suku Bajo? Apakah semua suku Bajo yang ada di seluruh dunia ini tidak berkaitan dan memiliki kesamaan satu sama lain? Atau justru sebaliknya, mereka justru saling berkaitan yang berasal dari garis keturunan yang sama? Yang jelas, semua itu masih sulit dibuktikan sampai sekarang masih menjadi sebuah misteri.

Terlepas dari cerita sejarah yang kabur dan beberapa peenelitian, kenyataannya suku Bajo telah menjadi salah satu suku pembentuk keberagaman suku yang ada di Indonesia dan telah menyebar dari sabang sampai merauke. Hampir seluruh wilayah perairan Indonesia. Penyebarannya ditandai dengan nama Bajo (Aceh, kepulauan Anambas, Bajoe, teluk Bone Sulawesi Selatan, Sumbawa Teluk Bima, Labuan Bajo Manggarai Flores, Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara, dll).

Perkembangan masyarakat suku Bajo dari tahun ke tahun semakin maju dan terus berkemabang. Perkembangan itu dapat kita saksikan dari orientasi mereka pada pendidikan, melanjutkan sekolah sampai ke perguruan tinggi, ingin menjadi seorang pengusaha, bahkan ada yang terjun ke dunia politik. Hal ini menepis anggapan orang-orang di luar Bajo yang selalu mengatakan orang Bajo identik dengan kemiskinan dan ketertinggalan. Masyarakata suku Bajo di berbagai wilayah lambat-laun berusaha dengan serius memajukan dan mengangkat derajat suku Bajo yang saat ini masih tertinggal. Sebagai bentuk keseriusannya, masyarakat suku Bajo bersama presiden suku Bajo juga membentuk “Kerukunan Keluarga Bajo” yang beranggotakan seluruh warga suku Bajo yang ada di Indonesia, bahkan menjalin hubungan dengan masyarakat Bajo yang ada di Luar Indonesia seperti Thailand, Filipina, dan Malaysia dengan membentuk The Bajau International Communities Confederation (BICC).

Berkat kesadaran ini, suku Bajo dengan modal kultur dan sosial yang dimiliki berusaha dan berupaya secara kreatif untuk menyatu dengan orang darat. Suku Bajo mulai memanfaatkan relasi sebagai bentuk eksistensi di luar masyarakatnya. Akan tetapi, kesadaran tidak semuanya dialami oleh masyarakat suku Bajo yang ada di Indonesia. Streotipe masa silam masih berlaku di sebagian masyarakat Bajo yang ada di Indonesia. Di berbagai tempat, orang Bajo nampak tidak diakui keberadaannya. Mereka sering mendapatkan perlakuan yang kurang mengenakan. Bahkan pemerintah di berbagai wilayah menolak dan tidak mengakui keberadaan mereka.

Berkaca pada kasus November 2014 silam, sekitar 676 warga Bajo (bayi-lansia) ditangkap aparat Indonesia di Kalimantan timur. Mereka ditangkap dengan alasan tidak memiliki identitas kewarganegaraan dan dianggap nelayan asing yang mencuri ikan di Indonesia. Pemerintah Kalimantan timur mengklarifikasi bahwa mereka yang ditangkap adalah orang Malaysia karena mereka suku Bajo. Penangkapan itu juga di dasari alasan bahwa mereka adalah orang Filipina karena perawakan dan bahasa Tagalog yang digunakan.

Kalaupun mereka orang Malaysia karena suku Bajo, tentunya ini tidak bisa jadi alasan bagi pemerintah untuk mengklaim sepihak, sebab di Indonesia sendiri telah banyak hidup dan bermukim orang-orang Bajo di berbagai wilayah pesisir Indonesia. Selain itu, ada juga yang menganggap mereka orang Filipina di lihat dari perawakannya dan bahasa Tagalog yang digunakan. Ini juga merupakan pernyataan yang keliru, sebab Indonesia, Malaysia dan Filipina adalah negara yang masih serumpun bahasanya. Padahal bahasa yang digunakan adalah bahasa Bajo bukan bahas Tagalog. Jadi, penolakan dan klaim pemerintah Indonesia sebenarnya disebabkan kurangnya kepekaan pemerintah Indonesia dan penelusuran lebih jauh. Mungkin ini dipengaruhi oleh faktor ekonomi (ketakutan hasil laut yang dicuri). Tidak menutup kemungkinan mereka adalah suku Bajo yang ada di Indonesia, karena data BPS menyakatan bahwa masih ada suku-suku terpencil yang belum terdata jumlahnya kurang lebih 10.030.

Untuk itu, menangkap dan mengkriminalkan orang-orang Bajo adalah tindakan kurang tepat, dapat memperburuk citra Indonesia di mata dunia. Pemerintah perlu menyadari keberadaan suku Bajo di Indonesia dan membuat kebijakan yang lebih strategis. Masyarakat suku Bajo yang ada di Indonesia mampu memberikan kontribusi lebih bagi Indonesia kalau saja negara dalam hal ini pemerintah menerapkan kebijakan yang melibatkan suku Bajo. Masyarakat suku Bajo akan menjadi garda terdepan dalam membela kedaulatan negara terutama dalam pembangunan benua kemaritiman saat ini. Hal ini telah terbukti dalam sejarah bahwa orang Bajau adalah pelaut tertangguh di nusantara, tentang mereka yang berabad-abad mengarungi samudra, tentang penghuni tepi pantai yang tersebar di seluruh wilayah nusantara.

Leave a comment